Jakarta – Pembiayaan terbesar yang harus ditanggung oleh BPJS Kesehatan berasal dari penyakit katastropik, termasuk di dalamnya penyakit-penyakit tidak menular. Penyakit katastropik merupakan penyakit-penyakit yang membutuhkan biaya tinggi dan pengobatannya dilakukan secara terus menerus.

Jumlah biaya katastropik yang dibiayai oleh BPJS Kesehatan mulai dari awal Januari sampai Maret 2019 mencapai Rp 5,65 triliun. Pada 2018, total pembiayaan penyakit katastropik mencapai Rp 20,4 triliun.

Banyaknya biaya yang dikeluarkan untuk pengobatan tidak diimbangi dengan dana masuk BPJS Kesehatan. Ditambah lagi banyak peserta BPJS Kesehatan yang baru mendaftarkan diri ketika sakit dan berhenti membayar saat sudah sembuh.

“Memang iuran ini belum imbang. Penerimaan dan pengeluaran perbedaannya masih besar. Jadi penerimaan ini masih tidak cukup untuk pengeluaran yang besar terutama tadi pada penyakit tidak menular,” ujar Menteri Kesehatan RI, Nila F Moeloek, saat ditemui detikcom beberapa waktu lalu.

“Orang kaya kalau sudah sakit jantung kan mahal. Biasanya baru ikut BPJS. Udah selesai, berhenti nggak ikut lagi. Kasihan BPJS-nya,” tambahnya.

Mengutip CNBC Indonesia, dari Januari-Maret 2019, berikut daftar penyakit yang bikin tekor BPJS Kesehatan:

1. Jantung: Rp 2,8 triliun
2. Gagal ginjal: Rp 672 miliar
3. Kanker: Rp 1 triliun
4. Stroke: Rp 700 miliar
5. Thalassaemia: Rp 148 miliar
6. Sirosis hepatitis: Rp 93 miliar
7. Leukemia: Rp 109 miliar
8. Hemofilia: Rp 109 miliar

Rokok diduga menjadi salah satu penyebab besarnya beban BPJS Kesehatan hingga mengalami defisit. Untuk penyakit yang diakibatkan oleh rokok, Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes RI, Anung Sugihantono, menyebut yang harus dibiayai oleh BPJS Kesehatan sudah mencapai Rp 5,9 triliun.

“Sampai saat ini BPJS melaporkan ada Rp 5,9 triliun yang dipakai untuk pengobatan akibat rokok. Yang paling banyak adalah PPOK dan itu tidak terbantahkan,” sebut Anung.

(kna/up)

Editor: PAR
Sumber:  detikhealth