Ilustrasi cukai rokok/Foto: Ari SaputraIlustrasi cukai rokok/Foto: Ari Saputra

 

 

JAKARTA,POJOK BATAM.ID – Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sepakat menaikkan tarif cukai rokok sebesar 23% dan harga jual eceran (HJE) sebesar 35% mulai 1 Januari 2020. Pengusaha menilai kebijakan tersebut memberatkan industri tembakau.

Ketua Umum Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) Henry Najoan menganggap pemerintah tak peduli nasib petani tembakau dan nasib tenaga kerja. Keputusan itu dinilai memberatkan Industri Hasil Tembakau (IHT), karena tidak pernah diminta masukan.

“Keputusan yang dilakukan pemerintah ini juga tidak pernah dikomunikasikan dengan kalangan industri,” kata Henry menurut keterangan resminya, Sabtu (14/9/2019).

Ia mengatakan, IHT memprediksi kenaikan akan berada di kisaran 10%, sehingga pihaknya cukup kaget ketika mengetahui kenaikan cukai rokok di angka 23%.

“Selama ini, informasi yang kami terima rencana kenaikan cukai di kisaran 10%, angka yang moderat bagi kami meski berat,” jelas Henry.

Perlu diketahui, bila cukai naik 23% dan HJE naik 35% di tahun 2020 maka industri harus setor cukai di kisaran Rp 185 triliun, mengingat target cukai tahun ini Rp 157 triliun, belum termasuk Pajak Rokok 10% dan PPn 9,1% dari HJE.

“Dengan demikian setoran kami ke pemerintah bisa mencapai Rp 200 triliun. Belum pernah terjadi kenaikan cukai dan HJE yang sebesar ini. Benar-benar di luar nalar kami!” tegas dia.

Menurutnya, pelaku IHT juga menghadapi situasi pasar yang masih lesu. Kenaikan cukai mencapai 23% dan kenaikan HJE 35% tentu akan berakibat makin turunnya produksi IHT. Hal tersebut, kata Henry, bisa mengancam tenaga kerja dan petani.

“Dan akan berakibat kepada menurunnya penyerapan tembakau dan cengkeh, serta dampak kepada tenaga kerja,” ujar Henry.

Kemudian, Henry mengungkapkan maraknya rokok elektrik juga ancaman bagi IHT. Rokok elektrik saat ini mulai tumbuh dengan perlakuan peraturan yang berbeda dengan rokok konvensional.

“Kelihatannya memang pemerintah (Jokowi) tidak peduli pada industri hasil tembakau, tidak memperhatikan nasib tenaga kerja dan petani tembakau dan cengkeh. Kami tidak bisa membayangkan kesulitan yang akan kami hadapi ke depan,” pungkas dia.

(fdl/fdl)

Editor: HEY
Sumber: detikFinance