Kivlan Zen menangis saat dihampiri istrinya Dwitularsih Sukowati dalam sidang dakwaan dugaan kepemilikan senjata api ilegal di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (10/9). Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
POJOK BATAM.ID – Mantan Kepala Staf Kostrad Mayjen (Purn) Kivlan Zen didakwa memiliki 4 pucuk senjata api dan 117 peluru secara ilegal. Empat senjata api itu terdiri dari pistol laras pendek jenis revolver merk Taurus kaliber 38 mm, pistol laras pendek jenis Mayer warna hitam kaliber 22 mm, pistol laras pendek jenis revolver kaliber 22 mm dan senjata api laras panjang rakitan kaliber 22 mm.
“Sebagai orang yang melakukan atau turut melakukan perbuatan tindak pidana yaitu tanpa hak, menerima, menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan sesuatu senjata api, amunisi atau sesuatu bahan peledak, yakni berupa 4 pucuk senjata api dan 117 peluru tajam,” kata jaksa penuntut umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, saat membacakan surat dakwaan Kivlan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (10/9).
Andri Saputra, jaksa penuntut umum pada Kejaksaan negeri Jakarta Pusat dalam Sidang dugaan kepemilikan senjata api Ilegal di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Menurut jaksa, empat senjata api didapatkan Kivlan dengan cara membeli kepada sejumlah orang melalui orang suruhannya bernama Helmi Kurniawan alias Iwan.
Perintah itu diberikan Kivlan saat bertemu Iwan di Monumen Lubang Buaya, Jakarta Timur, pada 1 Oktober 2018 sekitar pukul 14.00 WIB. Kivlan pun menjanjikan akan mengganti uang Iwan untuk membeli senjata itu.
Dalam pertemuan itu juga, Kivlan sempat dikenalkan dengan seseorang bernama Tajudin alias Udin. “Pada waktu bertemu saksi Tajudin terdakwa mengatakan ‘ya sudah, nanti bila ada tugas khusus saya kabari’,” kata jaksa seraya menirukan ucapan Kivlan.

Untuk merealisasikan perintah Kivlan, Iwan kemudian membeli senjata ke seseorang bernama Asmaizulfi alias Vivi. Iwan membeli senjata laras pendek jenis revolver merk Taurus kaliber 38 mm tanpa peluru dan surat-surat resmi seharga Rp 50 juta.
Transaksi pembelian senjata dilakukan di daerah Curug Pakansari Cibinong, Bogor, 13 Oktober 2018. Iwan lantas melaporkan pembelian itu kepada Kivlan yang menyuruh menyimpannya terlebih dulu.
Pada 9 Februari 2019, sekitar pukul 12.00 WIB, Kivlan bertemu Iwan dan Udin di Kawasan Kelapa Gading, Jakarta. Saat itu, Kivlan menyuruh Iwan menukarkan uang sebesar SGD 15 ribu ke dalam bentuk rupiah. Uang itu disebut dari Habil Marati.
ADVERTISEMENT
Uang itu ditukarkan dengan rupiah senilai Rp 151,5 juta. Dari jumlah tersebut, Kivlan mengambil Rp 6,5 juta untuk keperluannya. Sedangkan sisanya sebesar Rp 145 juta untuk mengganti uang Iwan dalam pembelian senjata seharga Rp 50 juta.
Dalam pertemuan itu, Kivlan kembali memerintahkan Iwan untuk mencari senjata. Kali ini, senjata laras panjang dengan kaliber besar.
Iwan lalu membeli senjata kepada seseorang bernama Adnil. Senjata yang dibeli ialah 2 pucuk senjata api laras pendek jenis Mayer warna hitam kaliber 22 mm dan jenis Revolver kaliber 22 mm, serta senjata api laras panjang rakitan. Iwan disebut menyerahkan uang Rp 11,5 juta untuk 3 senjata tersebut.
Iwan menghubungi Kivlan atas pembelian itu. Kivlan memerintahkan Iwan untuk menyerahkan pistol jenis Meyer ke seseorang bernama Azwarmi alias Armi, pistol jenis Revolver ke Udin, serta meminta Iwan menyimpan senjata laras panjang.
Pada 7 Maret 2019, Kivlan datang ke rumah Helmi dan Helmi menunjukkan senjata laras panjang. Melihat senjata tersebut, Kivlan tidak puas dan meminta Helmi mencari lagi senjata.
“(Kivlan) memerintahkan kembali agar saksi Helmi mencari senjata api laras panjang yang kalibernya lebih besar dan harus didapatkan sebelum pelaksanaan Pemilu,” kata jaksa.
Pada 8 Maret 2019, Kivlan kembali memberi Rp 50 juta ke Helmi untuk pembelian senjata, serta memberi Rp 10 juta ke Tajudin untuk operasional. Pemberian uang di Pintu Toll TMII Jakarta Timur. Esoknya, Iwan menyerahkan senjata laras panjang ke Udin.
Pada 10 Maret 2019, dilakukan pertemuan antara Iwan, Azwarmi, dan Habil Marati di Pondok Indah Mall, Jakarta. Habil menjanjikan uang Rp 50 juta ke Iwan. Namun saat pertemuan, Habil baru menyerahkan Rp 10 juta.
Pertemuan kembali dilakukan di lokasi yang sama pada 15 Maret 2019. Dalam pertemuan itu, Iwan mengaku mendapat uang Rp 145 juta dari Kivlan yang bersumber dari Habil. Habil pun menyerahkan Rp 50 juta kepada Iwan. Sebesar Rp 20 juta di antaranya diberikan Iwan ke Udin.
Pada Selasa, 21 Mei 2019, polisi menangkap Iwan di parkiran Hotel Megaria, Jakarta Pusat. Dari tangan Iwan, polisi menyita sejumlah barang bukti, yakni:
a. 1 pucuk senjata api laras pendek jenis Taurus yang di dalam magazine-nya berisi 6 butir peluru tajam ukuran 38 mm.
b. 1 box peluru tajam kaliber 38 yang berisi 50 butir peluru.
c. 1 box peluru tajam kaliber 38 yang berisi 43 butir peluru.
Selain itu, polisi juga menangkap Kivlan, Habil, Adnil dan Azwarmi. Azwarmi ditangkap karena diduga menguasai 1 pistol jenis Meyer kaliber 22 mm.
Dari penangkapan-penangkapan itu, polisi menyita 1 senjata api laras panjang rakitan kaliber 22 mm, pistol kaliber 22 mm, 2 peluru kaliber 22 mm, 7 peluru kaliber 32 mm, serta 4 peluru kaliber 9 mm.
Kivlan didakwa bersama-sama dengan Habil, Iwan, Udin, Azwarmi, Irfansyah alias Ifan, Adnil dan Vivi. Perbuatan Kivlan dianggap melanggar Pasal 1 ayat (1) UU Nomor 12/drt/1951 jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 1 ayat (1) UU Nomor 12/drt/1951 jo pasal 56 ayat (1) KUHP.
Editor: HEY
Sumber: Kumparan