Kapolri dan Panglima TNI kunjungi rumah duka Evert Mofu, korban meninggal dunia akibat aksi massa di Jayapura. Foto: Ricky Febrian/kumparan
POJOK BATAM.ID – Memasuki hari ketiga Kapolri Jenderal Tito Karnavian dan Panglima Hadi Tjahjanto berkantor di Papua, situasi dinilai sudah semakin kondusif pascakerusuhan pekan lalu. Jika menurut rencana awal, mereka akan berkantor selama satu minggu, atau setidaknya sampai kondisi di Papua dan Papua Barat aman.
Lembaga pemerhati demokrasi dan hak asasi manusia (HAM), SETARA Institute, mengungkapkan sudah banyak kemajuan terkait penanganan persoalan di Papua. Apalagi ditambah dengan kehadiran Kapolri dan Panglima TNI secara langsung di Papua.
“Dari semula pemerintah mengutamakan pendekatan keamanan menjadi pendekatan pendekatan keamanan manusia. Artinya yang dikedepankan adalah perlindungan terhadap manusia,” ujar Direktur Eksekutif SETARA Institute, Ismail Hasani, saat dihubungi, Rabu (4/9) malam.
Pihaknya juga berharap pemerintah secara pararel dapat memulihkan situasi di Papua dengan mengedepankan dialog konstruktif. Dikirimnya Kapolri dan Panglima TNI ke Papua juga dinilai menjadi salah satu cara membangun dialog bersama berbagai pihak.
Salah satu yang patut diapresiasi juga adalah bagaimana aparat keamanan telah memetakan mana kelompok demonstran yang benar-benar menyuarakan aspirasinya, dan kelompok yang dengan sengaja mengambil keuntungan dan melawan aparat keamanan hingga menimbulkan korban jiwa.
Menurut Ismail, pemilahan ini membuat kerja aparat keamanan lebih mudah dalam hal perlindungan warga sipil. Di saat yang bersamaan, aparat juga bisa fokus penanganan kelompok-kelompok bersenjata.
“Yang menarik, pemerintah melalui aparat keamanan telah membuka upaya dialog dengan kelompok bersenjata. Saya kira ini bagus, karena bukan pendekatan keamanan yang diutamakan dalam memburu mereka. Saya percaya aparat keamanan kita mampu, tetapi kemudian mereka, Panglima TNI dan Kapolri sudah mengultimatum untuk mereka melakukan dialog,” ungkapnya.
Ia percaya dialog yang terbangun nanti termasuk dalam kerangka kemajuan Papua. Namun, Ismail menekankan dialog juga harus dilakukan dengan mengedepankan proses, bukan hanya hasilnya.
Suasana salah satu pusat perbelanjaan di Kota Jayapura, Papua, Minggu (1/9). Foto: ANTARA FOTO/Zabur Karuru
“Itu saya kira kita serahkan pada proses yang penting trust terbangun dulu. Kalau dialog sudah bicarakan hasil, biasanya upaya-upaya resolusi konflik akan sulit terwujud. Karena itu saran kami, tunjuk saja special envoy (utusan khusus presiden) untuk bangun trust kedua belah pihak. Termasuk misalnya topik-topik apa yang didialogkan dan kerangka yang disepakati,” jelas Ismail.
Utusan khusus ini haruslah tokoh yang berpengalaman dalam menyelesaikan resolusi konflik seperti di Papua. Tak hanya itu, utusan khusus diharapkan bisa menjembatani dialog antara kedua belah pihak, yakni pemerintah dan sebagian masyarakat Papua yang berkonflik.
“Dalam construct resolusi konflik memang agak sulit mengharapkan dialog terbangun secara egaliter, setara antarkedua belah pihak biasanya. Karena biasanya mutual trust kedua belah pihak belum tumbuh. Maka dari itu, memang sebaiknya special envoy atau pasukan khusus yang kemudian menjembatani dialog ini,” tutupnya.
Editor: HEY
Sumber: kumparan