Ilustrasi uang rupiah Foto: Maciej Matlak/Shutterstock
POJOK BATAM.ID – Pemerintah menganggarkan Rp 1 triliun di RUU APBN 2020 sebagai Penyertaan Modal Negara (PMN) untuk Penguatan Neraca Transaksi Berjalan. Ini adalah pertama kalinya PMN ditujukan untuk memperbaiki defisit transaksi berjalan.
Hingga saat ini, belum ada kejelasan akan disuntikan ke BUMN mana PMN tersebut. Padahal BUMN yang menerima PMN seharusnya adalah BUMN yang memiliki sistem manajemen yang baik dan direksi yang taat kepada aturan UU. Hal ini bertujuan agar tujuan pemberian PMN dapat tercapai secara maksimal.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Suahasil Nazara mengatakan, hingga saat ini pihaknya masih melakukan kajian BUMN mana yang akan mendapatkan PMN tersebut. Bahkan ‘think tank’ Kemenkeu ini masih belum mengetahui bagaimana mekanisme pencairan PMN tersebut.
“Kita memang belum. Itu kan tadi, kalau yang lain nama PT PT PT, ini belum ada PT. Itu nanti rumuskan dulu. Kita rumuskan, pelajari,” ujar Suahasil usai rapat di Banggar DPR RI, Jakarta, Rabu (4/9).
Namun dia memastikan, PMN tersebut bertujuan untuk mengurangi impor dan memperbaiki defisit transaksi berjalan (current account defiict/CAD) yang selama ini menjadi tantangan pemerintah.
“Kita ingin berikan PMN ini untuk bisa turunkan impor dalam jangka panjang dan untuk mengurangi CAD tepatnya,” jelasnya.
PMN tersebut juga dinilai masih menjadi misteri bagi sejumlah ekonom. Sebab, tak ada hubungan signifikan antara penyuntikan modal ke BUMN dengan memperbaiki CAD. Apalagi ini akan menjadi pertama kalinya dilakukan pemerintah.
“Saya juga belum cukup paham tentang maksud pemerintah ini. Ada dua kemungkinan, PMN dimaksud ditujukan untuk mendorong ekspor atau mengurangi impor. Tapi untuk lebih pastinya, seharusnya ada informasi yang lebih detail PMN diberikan ke BUMN yang mana,” kata Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Piter Abdullah.
Banggar DPR RI rapat dengan pemerintah mengenai realisasi APBN 2019 semester I 2019. Foto: Nicha Muslimawati/kumparan
Wakil Direktur INDEF Eko Listiyanto menuturkan, PMN untuk perbaikan CAD justru dinilai tak akan efektif. Bayangkan saja, CAD kuartal II 2019 mencapai USD 8,4 miliar atau senilai Rp 118,65 triliun (kurs Rp 14.125 per dolar AS) atau 3,04 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Sementara PMN yang akan diberikan hanya Rp 1 triliun, atau hanya 0,8 persennya.
“Rp 1 triliun ya, kalau secara umum, arahnya adalah PMN, kemudian dikaitkan dengan CAD, itu nominalnya terlalu kecil. Defisit triwulanannya saja besar sekali, masa iya anggaran untuk memperbaikinya kecil?” kata Eko.
Eko khawatir, PMN tersebut hanya alasan pemerintah. Menurutnya, ada kemungkinan BUMN butuh beberapa pendanaan untuk memperbaiki kinerja keuangannya. Namun, itu diatasnamakan untuk mengoptimalkan neraca transaksi berjalan. “Bisa jadi seperti itu,” kata dia.
Eko juga meminta agar Pemerintah mempertimbangkan hal ini kembali. Menurutnya, untuk memperkecil CAD, pemerintah lebih baik menggunakan strategi-strategi di luar APBN.
Hal yang dinilai akan lebih efektif adalah dengan menetapkan kebijakan di sektor swasta. Ia mengambil contoh dengan memangkas ruang gerak importir atau swasta dalam kegiatan impor.
Kedua, adalah dengan pengetatan Standard Nasional Indonesia (SNI) kepada barang-barang yang beredar. Ketiga, menahan aliran deras barang impor konsumsi yang masuk.
“Memang susah, karena ada perang dagang yang menyebabkan China mengalirkan pasarnya ke Indonesia. Namun, saya rasa cara ini lebih efektif daripada memberikan PMN kepada BUMN tersebut,” tambahnya.
Secara total, pemerintah PMN sebesar Rp 17,73 triliun kepada delapan BUMN di tahun depan. Angka tersebut sedikit lebih rendah dibandingkan PMN tahun ini yang sebesar Rp 17,8 triliun.
Adapun PMN untuk PT PLN (Persero) di tahun depan sebesar Rp 5 triliun. Angka ini lebih rendah dibandingkan suntikan modal yang diberikan pada tahun ini sebesar Rp 6,5 triliun.
Sementara itu, PMN PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) sebesar Rp 2,5 triliun. Angka ini lebih tinggi dibandingkan pemberian PMN tahun ini yang sebesar Rp 800 miliar.
PT Hutama Karya (Persero) akan mendapatkan Rp 3,5 triliun, turun dari PMN yang diberikan tahun ini sebesar Rp 10,5 triliun.
Selain itu, PMN untuk PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (Persero) sebesar Rp 300 miliar di tahun depan. PMN PT Geo Dipa Energi (Persero) sebesar Rp 700 miliar, PT PNM sebesar Rp 1 triliun, PMN kepada PT Pengembangan Armada Niaga Nasional (Persero) sebesar Rp 3,8 triliun, serta PMN untuk Penguatan Neraca Transaksi Berjalan sebesar Rp 1 triliun.
Editor: HEY
Sumber: kumparan