Mantan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan alias Aher menunggu di ruang tunggu untuk menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Rabu (9/1/2019). Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
POJOK BATAM.ID – Mantan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan menegaskan bahwa tak seluruh perizinan proyek Meikarta seluas 500 hektar disetujuinya. Hal itu karena pada saat itu Aher, begitu ia karib disapa, sudah terlebih dahulu purna dari jabatannya sebagai orang nomor satu di Jawa Barat.
Oleh karena itu Aher bersikeras bahwa ia tak mengetahui pasti bagaimana Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) di Kabupaten Bekasi maupun terkait perizinan utuh proyek Meikarta.
“Sampai saya pensiun, belum masuk itu. Jadi saya tidak tahu proses RDTR di Kabupaten Bekasi seperti apa, saya juga tidak tahu ketika sudah sampai di provinsi di proses provinsi, kemudian keburu saya pensiun, itu aja,” ujar Aher di gedung KPK, Selasa (27/8).
Namun Aher tak menampik bahwa ia dan wakilnya saat itu, Deddy Mizwar, telah memberikan izin pertama terhadap proyek Meikarta seluas 84,6 hektar. Izin itu diberikannya karena seluruh peraturan yang dimintakan kepada pihak pengembang telah ditunaikan sehingga izin pun diturunkan oleh pihak pemprov.
“Oh, iya, itu (izin) yang pertama di zaman November 2017 kalau itu sudah clear kan, enggak ada masalah,” ucap Aher.
Mengenai adanya tudingan yang menyebutkan bahwa perizinan Meikarta turut dibahas di DPRD Provinsi, Aher pun sontak menampiknya. Ia menuturkan bahwa pembahasan RDTR tersebut hanya dilakukan di tingkat kabupaten, bukan provinsi.
“Enggak, enggak, yang pembahasan RDTR itu di Kabupaten Bekasi, kan,” ungkap Aher.
Dalam menindaklanjuti rekomendasi izin lahan seluas 84,6 hektar, Aher pun memastikan telah membaca detail keputusan gubernur (kepgub) yang ditandatanganinya. Hal itu sekaligus membantah tudingan sejumlah pihak kepadanya mengenai tak dibacanya sejumlah detail dalam kepgub terkait rekomendasi lahan Meikarta.
“Kepgub? Iyah, dibaca dong pasti. Makanya kepgubnya enggak ada masalah, bener kepgubnya,” kata Aher.
Latar Belakang Kasus
Saat pembahasan terkait perizinan proyek Meikarta dilakukan, posisi Gubernur Jawa Barat saat itu tengah diemban oleh Aher sehingga KPK merasa perlu memeriksanya dalam penyidikan kasus ini. Sebelumnya penyidik pun telah memeriksa Aher pada Kamis 20 Desember 2018, namun karena ia berhalangan hadir, pemeriksaan baru dapat dilakukan pada 9 Januari 2019.
Kisruh Komisi Penyiaran Indonesia
KPI mewacanakan pengawasan konten digital seperti YouTube dan Netflix. Mereka berharap adanya revisi aturan demi perluas kewenangan. Simak selengkapnya di collection ini dan subscribe agar dapat notifikasi jika ada story baru.
Sebelumnya penyidik KPK telah menggeledah sejumlah lokasi terkait penyidikan perkara ini. Lokasi yang digeledah penyidik yakni Kediaman Sekretaris Daerah Jawa Barat, Rumah Dinas Sekretaris Daerah Jawa Barat, kantor Dinas Bina Marga, hingga Kantor Sekretaris Daerah Jawa Barat.
Sejumlah dokumen terkait Rancangan Detail Tata Ruang (RDTR) dan beberapa barang bukti lainnya disita penyidik untuk pembuktian dalam perkara ini.
Teranyar, Sekda Jabar Iwa Karniwa beserta mantan Presiden Direktur PT Lippo Cikarang, Bartholomeus Toto, ditetapkan penyidik KPK sebagai tersangka.
Iwa dijerat sebagai pihak yang diduga menerima suap. Sementara Toto dijerat sebagai pihak yang diduga memberikan suap.
Iwa diduga menerima Rp 900 juta terkait proses perizinan proyek Meikarta. Sementara Toto dinilai menjadi pihak yang menyetujui dan mengetahui pemberian uang untuk memuluskan proyek Meikarta.
Dalam kasus ini, KPK sudah menjerat 9 orang sebagai tersangka. Mereka sudah dibawa ke persidangan. Kesembilan orang itu termasuk Neneng Hasanah Yasin selaku Bupati Bekasi dan Billy Sindoro selaku Direktur Operasional Lippo Group.
Billy dan kawan-kawan diduga menyuap Neneng untuk memuluskan izin Meikarta milik Lippo Cikarang. Suap bahkan disebut mencapai belasan miliar rupiah.
Mantan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan di gedung KPK. Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
Nama Toto juga sudah termuat dalam dakwaan Neneng. Ia disebut sebagai pihak yang turut menyuap Neneng dan sejumlah pejabat Pemkab Bekasi.
Sementara nama Iwa muncul seiring berjalannya perkara ini. Ia bahkan sudah pernah diperiksa, baik dalam penyidikan maupun dalam persidangan.
Dalam kasus ini, Iwa disebut turut menerima uang Rp 1 miliar. Hal tersebut juga termuat dalam tuntutan jaksa atas Neneng Hasanah Yasin selaku Bupati Bekasi. Vonis hakim pun menegaskan hal tersebut.
Uang untuk Iwa Karniwa itu disebut terkait pengurusan Ranperda (Rancangan Peraturan Daerah) RDTR wilayah pengembangan proyek pembangunan Meikarta. Uang itu juga diduga akan dipakai untuk keperluan pencalonan Iwa maju sebagai bakal calon gubernur Jabar pada Pilkada 2018 lalu.
Editor: HEY
Sumber: Kumparan