“Presiden kami sudah berulang kali mengatakan bahwa teknik Rusia dalam sektor ini melampaui level yang dicapai negara-negara lain saat ini. Ini sangat menarik,” ujar juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, seperti dilansir Reuters, Selasa (13/8).
Peskov melontarkan pernyataan ini tak lama setelah Presiden AS, Donald Trump, mengklaim bahwa negaranya memiliki teknologi yang mirip dengan roket Rusia tersebut, tapi lebih mutakhir.
“Ledakan ‘Skyfall’ di Rusia membuat orang khawatir akan udara di sekitar fasilitas. Tidak baik!” kicau Trump melalui Twitter.
Rusia sendiri mengklaim bahwa rudal 9M730 Burevestnik itu akan memiliki jarak jangkauan tak terhingga dan dapat menangkal segala ancaman.
Namun, terjadi ledakan saat Rusia menguji coba rudal itu di fasilitas mliter di Artika, pantai Laut Putih, pada Kamis pekan lalu. Insiden itu menewaskan lima pekerja.
Badan Nuklir Rusia, Rosatom State Atomic Energy Corporation, menjelaskan bahwa insiden itu terjadi ketika militer menguji coba senjata baru di lepas pantai Arkhangelsk. Bahan bakar tiba-tiba meledak dan menyebabkan pekerja terhempas ke laut.
Seorang penasihat Trump mengatakan bahwa sampai saat ini, pemerintah AS belum bisa menyimpulkan ledakan itu akibat nuklir atau bukan.
Hubungan AS dan Rusia sendiri saat ini sedang tegang, terutama setelah Washington mengindikasikan penarikan diri dari perjanjian nuklir dengan Moskow.
Saat ini, kedua negara terikat dengan kesepakatan New START yang diteken pada 2010. Perjanjian itu mewajibkan AS dan Rusia membatasi hulu ledak nuklir mereka di bawah batas saat Perang Dingin.
Namun, perjanjian itu akan berakhir pada 2021 mendatang. Putin sudah mendesak AS untuk menegosiasikan perpanjangan perjanjian, tapi tak digubris.
Putin pun sempat mengancam membatalkan New START jika AS terus menolak negosiasi. Ia memperingatkan bakal ada “bencana global” jika AS tak mau berunding.