Foto: Tim Infografis: Nadia Permatasari

JAKARTA, POJOK BATAM.ID – Lembaga Strategi Ketahanan Ekonomi (LPSKE) Kadin Indonesia mengungkapkan saat ini perkembangan e-commerce di Indonesia berkembang sangat pesat.

Ketua Bidang Pendidikan LSPKE Kadin Indonesia, Bayu Prawira menjelaskan pesatnya perkembangan ini terjadi karena tingginya penggunaan internet dan perangkat telepon pintar.

Dia menyebut, berdasarkan data Kementerian Komunikasi dan Informatika ada 93,4 juta pengguna internet dan 71 juta pengguna smartphone yang terus bertambah.

“Data yang diproyeksikan McKinsey & Co. nilai pasar e-commerce Indonesia akan mencapai US$ 65 miliar atau sekitar Rp 910 triliun pada tahun 2022. Angka tersebut naik delapan kali lipat dibandingkan tahun 2017 yang nilainya US$ 8 miliar atau sekitar Rp 112 triliun,” kata Bayu dalam diskusi ‘Dampak Operasional dan Kepemilikan Saham E-Commerce terhadap Ketahanan Ekonomi Nasional’ di Menara Kadin, Jakarta (7/8/2019).

Bayu menambahkan dengan prospek bisnis yang besar ini, banyak investor asing yang melirik dan mengucurkan dana ke perusahaan rintisan asal Indonesia. Misalnya GoJek, Tokopedia, Bukalapak dan Traveloka.

Dia menyebutkan dibutuhkan kebijakan untuk memajukan masyarakat dan dunia usaha. “Pemerintah perlu bersepakat untuk mencermati dampak jangka pendek dan jangka panjang untuk ketahanan ekonomi nasional, yang merupakan kepentingan bangsa dan negara,” jelas dia.

Ketua Lembaga Pengkajian, Penelitian dan Pengembangan Ekonomi (LP3E) Kadin Indonesia, Didik J. Rachbini menjelaskan banyaknya modal asing yang masuk ke unicorn di Indonesia berpotensi menyebabkan pelemahan rupiah dalam beberapa waktu ke depan.

Hal ini karena nantinya ketika investor asing sudah menarik keuntungan dari unicorn yang disuntik, maka dibutuhkan dolar AS untuk pembayaran.

“Nanti kalau sudah ada pengerukan keuntungan defisit current accountnya bisa tinggi. Ini tidak akan pernah membuat rupiah menguat. Selama neraca jasa negatif,” ujar dia.

Menurut Didik, para unicorn tersebut harus mengeksplorasi pasar dalam negeri dengan maksimal. Hal ini untuk mengantisipasi aliran modal asing yang keluar dari Indonesia.

Berdasarkan data Tech-Crunch, GoJek sudah mendapat persetujuan suntikan dana dari beberapa investor seperti Google, JD.com, dan Tencent sebesar US$ 920 juta (Rp 13 triliun) yang telah menaikkan valuasi perusahaan menjadi sekitar US$9,5 miliar. Di antara puluhan investor GoJek, diketahui hanya ada dua perusahaan dari dalam negeri, yakni Astra International Tbk (Indonesia) dengan kucuran dana US$ 150 juta (Rp2 triliun) dan Global Digital Niaga, anak perusahaan modal ventura Global Digital Prima (GDP) milik Djarum Group, selebihnya investor asing.

Kemudian Tokopedia, hanya ada satu investor lokal di perusahaan ini, yaitu Indonusa Dwitama, di antara sembilan perusahaan yang terdata oleh crunchbase.com. Kucuran dana terbaru yang di terima Tokopedia berasal dari Alibaba Group (China) dan Softbank Vision Fund (Inggris) senilai US$ 1,1 miliar. Unicorn lokal lain, Traveloka, juga berkembang dengan kucuran dana dari investor AS, China, Jepang, dan India. Tak tercatat satu pun investor lokal di perusahaan agregasi jasa perjalanan online ini.

Sementara itu, untuk saham Bukalapak masih dikuasai PT Emtek, melalui anak perusahaannya, PT Kreatif Media Karya (KMK) memiliki 49,15% saham Bukalapak yang nilainya hampir mencapai Rp500 miliar. Investor lainnya adalah Batavia Incubator, perusahaan join Corfina Group dengan mitranya, Rebright Partners, spesialis inkubator dari Jepang. Dari lima investor asing Bukalapak, tiga perusahaan dari Jepang, satu dari AS, dan satu perusahaan Korea Selatan.

Editor: HEY
Sumber: detikFinance