Pemandangan Danau Toba (Sena Pertiwi/detikTravel)

JAKARTA, POJOK BATAM.ID – Danau Toba menjadi salah satu destinasi prioritas di Indonesia. Namun strategi menarik wisatawan sebanyak mungkin agak rancu dengan strategi lain di area yang sama.

Dony Oskaria, anggota Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) dan Ketua Pokja Pariwisata Nasional KEIN RI mengingatkan agar strategi yang ada harus tersambung dengan baik. Dony menilai strategi pariwisata yang diterapkan di Danau Toba agak bertabrakan.

Kalau Danau Toba menjadi destinasi prioritas artinya harus dikembangkan pariwisata massal atau mass tourism. Namun di Toba juga dikembangkan geopark yang sifatnya konservasi dan tidak nyambung dengan pariwisata massal.

“Ini harus betul-betul dipahami oleh pemerintah. Menciptakan Bali baru harus berkaca kepada Bali. Bali adalah mass tourism, makanya semua arah kebijakan di sana ditujukan untuk penyempurnaan ekosistem mass tourism,” jelas Dony kepada detikcom, Sabtu (27/7/2019).

Dalam mass tourism, infrastruktur harus lengkap, aksesibilitas harus masif dari semua arah, sesuai dengan hasil market mapping untuk Bali, amenitas harus berkelas dunia. Investasi pariwisatanya pun didukung penuh dengan regulasi-regulasi yang membuka keran bertumbuhnya wisata masal.

Lalu menanggapi soal strategi desa wisata di Toba, menurut Dony desa wisata sejatinya adalah destinasi pendukung. Semangat desa wisata adalah pemerataan atau community based tourism. Pertanyaannya, apa yang mau diratakan kalau kue ekonomi pariwisatanya belum tumbuh?

“Ini tak berbeda dengan pendekatan ekonomi biasa, kita harus berbicara pertumbuhan terlebih dulu, harus memikirkan bagaimana menumbuhkan kue ekonomi pariwisata di destinasi tersebut dulu, kunjungannya harus dibuat masif dan progresif, baru kemudian kita bicara pemerataan. Redistribution after growth. Kalau growthnya tak ada, lantas kita mau memeratakan apa?” kata dia.

Menurut Dony, ini perlu menjadi catatan oleh pemerintah. Desa wisata akan kebagian kuenya sendiri, jika pemerintah berhasil menciptakan traffic puller di Toba, maka pengunjung akan ikut menyinggahi desa-desa wisata. Pengembangan desa wisata ini sebaiknya dikolaborasikan saja diserahkan dengan pemda-pemda. Karena menurut Donny, tugas utama pemerintah di setiap destinasi, adalah menciptakan traffic puller.

“Sebenarnya mau mass tourism atau special interest tourism, kalau strateginya tepat, ujungnya juga akan bagus,” kata Dony.

Dony mencontohkan Manado. Manado saat ini sudah berkembang menjadi mass tourism karena akses penerbangannya dibuka ke China. Amenitas di Manado juga bagus seperti hotel berbintang yang cukup banyak. Namun ada Bunaken yang merupakan wisata minat khusus bernuansa konservasi. Ada risiko Bunaken pelan-pelan jadi mass tourism juga dan melampaui batas kunjungan yang sudah ditetapkan.

Oleh karena itu, semua pihak harus memikirkan strategi yang tersambung baik. Destinasi prioritas harus punya penarik pariwisata massal. Pemerintah pusat masuk dari sisi infrastruktur dan aksesibilitas termasuk penerbangan, pemda masuk dari destinasi pendukung dan regulasi untuk investasi pariwisata, pelaku wisata menyiapkan paket untuk dijual kepada wisatawan.

Anggaran pun disiapkan untuk Destination Management Organisation (DMO) atau badan pengelola dan SDM yang mumpuni. DMO akan membuat atraksi menjadi bersih, terawat, atraksi-atraksi pun berkembang. SDM yang handal akan memastikan bahwa di destinasi tersebut membuat pengunjung nyaman dan kembali lagi.

Jadi alokasi anggaran harus terukur, jelas, dan hitung-hitungannya bisa dipertanggungjawabkan, karena itu uang rakyat. Dengan intervensi anggaran di destinasi, maka penggunaannya harus sesuai dengan tujuan, yakni meningkatkan kunjungan, devisa, dan kontribusi PDB pariwisata, serta masyarakat di sana juga ikut sejahtera karena perekonomiannya juga ikut berkembang pesat.

“Untuk itu, strateginya harus tepat dan terukur, sesuai dengan tujuan,” tutup Dony.

Editor: HEY
Sumber: detiktravel