Bamsoet Sebut Radikalisme Jadi Ancaman Nyata dalam Demokrasi Indonesia
Bamsoet (Lamhot Aritonang/detikcom)

JAKARTA, POJOK BATAM.ID – Ketua DPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) menyebut radikalisme masih menjadi ancaman nyata dalam demokrasi Indonesia. Radikalisme, kata dia, kerap menjadi penumpang gelap dalam kancah perpolitikan Indonesia.

“Di tengah kemajuan demokrasi itu, mengintai ancaman paling nyata bangsa Indonesia, yakni radikalisme. Mereka seperti penumpang gelap dalam sistem demokrasi Indonesia. Dalam Pemilu langsung, khususnya di Pilpres kemarin mereka hampir saja berhasil menancapkan pengaruh dan membelah NKRI dengan isu agama dan ideologi terhadap calon tertentu,” kata Bamsoet kepada wartawan, Sabtu (27/7/2019).

Karena itu, kata Bamsoet, pemerintah terus berupaya memperbaiki diri agar paham radikal tak berkembang di Indonesia. Salah satunya dengan terus menggaungkan ideologi Pancasila kepada masyarakat dan melakukan sinergi antar-lembaga negara.

“Sinergitas antar-lembaga adalah kunci cita-cita bangsa ini. Karenanya, kekuatan penyelenggara negara harus dibina dari satu komitmen, yakni penghayatan terhadap Pancasila, yang ditopang oleh sikap saling percaya. Dan terpenting, bukan institusinya yang berperan, melainkan manusia di dalamnya,” tuturnya.

Politikus Golkar itu meyakini, dengan berpedoman pada Pancasila dan UUD 1945, tak akan ada celah bagi paham radikal untuk menyusup masuk ke Indonesia. Di sisi lain, menurut Bamsoet, dengan berpayung pada dua dasar negara itu, pembangunan ekonomi dan politik di Indonesia menjadi lebih mudah terkonsolidasi.

“Pertama, setiap lembaga politik yang di dalamnya terdapat manusia-manusia unggul dituntut untuk memahami kelemahan dan kelebihan bangsa ini. Mereka adalah Pancasilais sejati yang tidak akan tega memanfaatkan celah-celah kekayaan negara untuk kepentingan pribadi,” kata Bamsoet.

“Kedua, para birokrat negeri wajib meneladani arti penting kemanusiaan yang adil dan beradab demi mencapai pelayanan maksimal. Para birokrat, sebagai mesin penggerak pemerintahan, memahami arti penting asas akuntabilitas, proporsionalitas, dan profesionalitas. Jika tidak, maka lagi-lagi akan terjebak ke kondisi koruptif. Maka lembaga pelayanan harus eksis sesuai fungsinya,” sambung dia.

Bamsoet lantas bicara lebih lanjut soal sinergi antarlembaga. Menurut dia, sinergi antarlembaga membentuk pola segitiga yang terkoordinasi, yakni menghubungkan penguasa, dunia usaha, dan civil society.

“Sinergitas dalam pengaplikasian hubungan tersebut bukanlah tindakan hegemoni, tapi saling menopang dan memberi. Dalam upaya meningkatkan kesejahteraan, pemerintah dan lembaga perwakilan saling mendukung demi terciptanya dunia usaha sehat, yang pada akhirnya mengembangkan kesejahteraan,” kata Bamsoet.

Editor: HEY
Sumber: detiknews