foto.ist

POJOK BATAM.ID – Keganjilan-keganjilan perkara mantan Direktur BPR Agra Dhana terus terlihat adanya indikasi dugaan permainan oknum penegak hukum nakal sehingga terdakwa terganjal bebas demi hukum,walaupun surat penetapan perpanjangan penahanan 27 Februari 2019 sudah berakhir.

Ironisnya, Lapas Perempuan Batam masih tetap bersikukuh menahan terdakwa dengan berpatokan pada petikan putusan Pengadilan Tinggi Perkanbaru yang mana menguatkan putusan Pengadilan Negeri Batam dengan nomor 612/pid.B/2018/PN Btm.

Padahal, perpanjangan penahanan terdakwa mantan Direktur BPR Agra Dhana sudah habis dan jika diperpanjang harus diajukan terlebih dahulu ke Mahkamah Agung(MA) oleh Pengadilan Tinggi Pekanbaru, namun anehnya perkara terdakwa pidana umum dan bukan lex specialis dimana sudah memakan waktu perpanjangan penahanan 90 hari.

Menurut Manuel P Tampubolon PH terdakwa Erlina bahwa, putusan perkara Erlina belum inkracht (Berkekuatan Hukum Tetap), berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Pekanbaru. selain itu dirinya terkait putusan PT Pekanbaru melakukan kasasi dan seharusnya pihak lapas memiliki surat penetapan perpanjangan penahanan dari MA sebagai dasar melakukan penahanan atas kliennya.

“Lain halnya jika ini sudah habis masa empat belas hari setelah putusan dari Pengadilan Tinggi maka perkara Erlina bisa ditahan berdasarkan hasil putusan Pengadilan Tinggi Pekanbaru,” .

“Ini perkaranya belum Inkracht, terus dasar apa Lapas Perempuan Kelas II B Batam melakukan penahanan jika masa tahanannya saja sudah berakhir tertanggal 27 Februari kemarin, harusnya ada dong Penetapan perpanjangan Penahanan dari Mahkamah Agung,” Kata Manuel, Kamis(28/02/19). di Batam.

Manuel mengingatkan Jika Lapas menahan orang tanpa ada surat penetapan penahanan itu juga ada sanksinya dan ada diatur dalam KUHP, tegas Manuel.

Sementara itu, terkait perpanjangan penahanan Erlina Kepala Bagian Humas Ditjenpas Kemenkumham Ade Kusmanto yang dimintai tanggapan oleh awak media mengatakan, bahwa, hampir dapat memastikan bahwa penahanan terhadap tahanan harus ada surat penetapan atau perpanjangan penetapan penahanan terhadap terdakwa.

Bahkan menurutnya, jika tahanan yang tidak ada penetapan penahanannya seharusnya tahanan harus dikeluarkan dari Lapas Perempuan kelas II B Batam.

lanjut Ade, berakhirnya masa tahanan setelah putusan banding di Pengadilan Tinggi Pekanbaru itu disebut kekosongan masa penahanan yang seharusnya Kalapas harus berani mengeluarkan tahanan yang tidak ada dasar surat penetapan penahanan.

“Dibutuhkan keberanian Kalapas, tahanan yang tidak ada penetapan penahanan itu ya harusnya dikeluarkan,” kata Ade dilansir beritabatam.co.

Ia mengatakan, Dalam perkara ini, meski dirinya belum melihat berkas dengan terdakwa Erlina, namun jika ada perkara setelah putus dari pengadilan tinggi dan sudah berakhirnya masa penahanannya dari Pengadilan Tinggi dengan menunggu banding ke kasasi maka tahanan itu seharusnya dikeluarkan dari Lapas.

“Ada batas waktu setelah putusan dari Pengadilan Tinggi yang telah berakhir masa tahanannya dan tahanan itu harus ada perpanjangan penahanan dari Mahkamah Agung, jika tidak ada, tahanan itu harus di keluarkan dari lapas,” ujar Ade kepada wartawan.

Ade Kembali menegaskan ada masa 14 hari setelah putusan dari Pengadilan Tinggi Pekanbaru untuk tahap kasasi dengan catatan masa penahanan itu masih ada. Maka tahanan tetap dalam lapas namun jika telah habis masa tahanannya sebaiknya tahanan itu dikeluarkan ucap Ade.

Permasalahan masa penahanan dengan terdakwa Erlina bukan kali ini saja terjadi.

Tanggal 14 November 2018 lalu Kalapas Perempuan Kelas II B Batam pernah membebaskan Erlina dalam tahanan karna ada kekosongan masa tahanannya, namun Erlina dikembalikan ke lapas setelah diterbitkannya surat perpanjangan penahanan dari Pengadilan Tinggi Pekanbaru.

Editor: HEY
Sumber: RASIO.CO