Bocah Tewas di Kolam Bekas Tambang, Kadinas ESDM Salahkan Orang Tua
Korban tenggelam di bekas lubang tambang, Ahmad dimakamkan. (MYAMIN/PROKAL.CO/Jawa Pos Group)

POJOK BATAM.ID – Penjelasan soal tewasnya bocah di kolam tambang adalah kesalahan orang tua itu disampaikan Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kalimantan Timur (Kaltim) Wahyu Widhi Heranata, Senin (24/6). Ahmad Setiawan adalah bocah berusia 10 tahun yang tenggelam di kolam bekas tambang di konsesi milik PT Insani Bara Perkasa (IBP). Ahmad sekaligus menjadi korban ke-35 tewas di lubang bekas tambang.

“Yang bikin anak siapa? Harusnya ‘kan diawasi karena masih di bawah umur,” ujar pria yang akrab dengan sapaan Didit itu, dikutip dari Kaltim Post (Jawa Pos Group), Selasa (25/6).

Setiap orang tua, lanjut Didit, berkewajiban mengawasi setiap pergerakan anak. Mulai kecil hingga aqil balig.

Selain orang tua, menurutnya, yang bisa disalahkan dalam peristiwa meninggalnya anak di lubang tambang, yakni pemerintah. Dalam hal ini adalah pihak yang mengeluarkan izin.

Untuk diketahui, PT Insani Bara Perkasa (IBP) adalah pemegang perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B). Seyogianya, pengurusan PKP2B di bawah kendali Kementerian ESDM.

“Kan pusat yang keluarkan, jadi pusat yang ambil kebijakan,” ungkapnya.
Menurutnya, sesuai arahan menteri dan pimpinan daerah, setiap bulan Dinas ESDM Kaltim membuat edaran terkait arahan untuk pengawasan lahan tambang. “Itu terus diperbarui,” jelasnya.

Menurutnya, penanganan masalah juga harus lintas sektor. “Makanya saya ajak teman-teman ke sini, memotret sejelas-jelasnya,” tegasnya saat mendatangi kolam bekas tambang di Jalan Suryanata, Gang Saka, RT 16, Kelurahan Bukit Pinang, Kecamatan Samarinda Ulu.

Meski dianggapnya masalah klasik, keluhan minimnya petugas inspektorat pertambangan, yang kini jumlahnya hanya 38 orang, masih sangat kurang. Didit berjanji akan bersurat terkait masalah tersebut.

Selain itu, anggaran pun tak bisa maksimal. Menurutnya, petugas inspektorat merupakan utusan dari pusat yang membantu mengawasi pertambangan di Kaltim.

Diungkapkan Didit, informasi yang masuk ke telinganya, PT IBP sudah pernah menutup lubang tambang di Gang Saka itu. Tapi, dibuka lagi oleh masyarakat. “Kan polisi sudah datang. Nanti pasti mengerucut setelah investigasi,” ungkapnya.

Sementara itu, Deni Wibawa, koordinator inspektorat tambang Dinas ESDM Kaltim menjelaskan, sebenarnya yang harus bertanggung jawab adalah PT IBP. “Kewenangan Dinas ESDM ‘kan sebatas IUP (izin usaha pertambangan). Karena ini di bawah kendali pusat, seharusnya pusat juga menegur pemilik konsesi,” ungkapnya.

Lahan tersebut, lanjut Deni, belum diserahkan kembali ke pemerintah. “Memang masih sebatas backfill,” ungkapnya.

Menurutnya, pemasangan pelang larangan untuk tidak beraktivitas di bekas lubang memang wajib. Selain itu, menugaskan orang untuk mengawasi langsung kawasan tersebut.

“Metode pengamanannya tentu diserahkan ke perusahaan pemegang izin,” jelasnya.

Diungkapkan Deni, dua area yang disingkap, salah satunya kolam maut yang merenggut nyawa Ahmad Setiawan. Bahkan, kolam tersebut sudah ada sejak Maret 2019. “Kalau soal temuan galian baru, tidak tahu,” tegasnya.

Tewasnya Ahmad Setiawan di kolam bekas tambang memantik reaksi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Lembaga itu menduga ada unsur pembiaran yang dilakukan sejumlah pihak, termasuk aparat penegak hukum, pemerintah hingga perusahaan tambang.

“Kami berduka,” kata Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara, Minggu (23/6).

Menurut Beka, Komnas HAM pada 2016 lalu pernah melakukan investigasi dan menyusun laporan dugaan pelanggaran HAM dalam kasus tewasnya 22 orang akibat lubang tambang. Kesimpulannya telah terjadi pelanggaran HAM dan ada dugaan pembiaran secara berlarut-larut oleh lembaga negara. Baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

“Dan ada dugaan pembiaran kembali dalam kasus ini,” ungkap Deka.

Menurut dia, jika sejak awal ada ketegasan dari pemerintah daerah dan aparat penegak hukum untuk menangani kasus ini, maka bocah seperti Ahmad tak akan menjadi korban kolam bekas tambang. Rekomendasi pun telah dibuat pada 2016 lalu.

Itu ditujukan kepada gubernur Kaltim, Kapolda Kaltim, wali kota dan bupati, menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) serta korporasi tambang. Yang bertujuan agar tak ada lagi korban lubang tambang.

Seperti rekomendasi khusus kepada gubernur Kaltim, salah satu poinnya adalah mendesak dan memastikan perusahaan-perusahaan tambang melaksanakan kewajibannya untuk reklamasi pascatambang di Kaltim.

Di pusat, Komnas HAM segera meminta pemerintah untuk segera bertindak. Karena menurutnya, 35 korban lubang tambang itu sudah terlalu banyak. Sehingga perlu dilakukan upaya serius dan tegas dari pemangku kebijakan.

“Harus ada langkah nyata dari pemerintah pusat,” tegas Deka.

Diwartakan sebelumnya, sebuah kolam bekas tambang di Jalan Suryanata, Gang Saka, RT 16, Kelurahan Bukit Pinang, Kecamatan Samarinda Ulu telah merenggut nyawa Ahmad Setiawan, Sabtu (22/6). Bocah berusia 10 tahun itu berenang pada pukul 14.00 Wita. Namun, baru diketahui tenggelam sekitar pukul 17.45. Jasadnya ditemukan pada pukul 18.52 Wita.

Sumber:JawaPos.com