Pojok Batam.id–  Batam – Penunjukan Walikota Batam sebagai ex officio Kepala BP Batam justru berpotensi melanggar sejumlah peraturan perundang-undangan. Hal tersebut merupakan salah satu butir saran yang disampaikan Ombudsman Republik Indonesia yang disampaikan ke Presiden RI dalam surat Nomor: B/1461/PR.07.03/V/2019 tanggal 23 Mei 2019.
“Ombudsman Republik Indonesia memang mengirim surat ke Presiden, yang isinya perihal Penyampaian Saran Terkait BP Batam. Surat itu nomor B/1461/PR.07.03/V/2019 tanggal 23 Mei 2019,” kata Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Kepri, Lagat Parroha Patar Siadari, kemarin (28/5).
Lagat membenarkan bahwa salah satu butir saran yang disampaikan Ombudsman RI terkait BP Batam yaitu penunjukan Walikota Batam sebagai Ex Officio Kepala BP Batam justru berpotensi melanggar sejumlah peraturan perundang-undangan. Adapun peraturan yang berpotensi dilanggar sesuai butir 3 (a) yaitu UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintah, pasal 17 ayat (1) dan (2) yang menyebutkan bahwa Badan dan/atau pejabat pemerintahan dilarang menyalahgunakan wewenang. Salah satu bentuk penyalahgunaan wewenang adalah mencampuradukan wewenang.
Aturan lain yang dilanggar di butir 3 (b) yaitu UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, Pasal 17 huruf a dan e jo Pasal 44 huruf e yang menyebutkan bahwa Pelaksana pelayanan publik dilarang untuk merangkap sebagai pengurus organisasi usaha, serta larangan untuk melanggar asas penyelenggaraan pelayanan publik yakni keprofesionalan.
Masih di butir 3 (c) surat Ombudsman RI disebutkan bahwa peraturan perundang-undangan yang dilanggar yaitu PP nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Uang Badan Layanan Umum Pasal 33 ayat (1) jo PP Nomor 6 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Keuangan pada BP KPBPB Batam Pasal 4 dan 17, yang menyebutkan bahwa pejabat pengelola BLU terdiri dari PNS atau tenaga profesional. Kriteria mengenai jabatan pengelola BLU telah diatur dan hendaknya diangkat dari PNS atau tenaga profesional dibidangnya.
Pada butir 3 (d) surat Ombudsman RI disebutkan bahwa peraturan perundang-undangan yang dilanggar yaitu Peraturan Dewan Kawasan PBPB Batam Nomor 1 Tahun 2014 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, Pasal 21 (3) yang menyebutkan bahwa pejabat BP Batam yang hendak mencalonkan diri dalam Pemilihan Legislatif/Kepala Daerah wajib untuk mengundurkan diri dari jabatan.
Pada butir 4 surat Ombudsman RI ke Presiden disebutkan bahwa BP Batam adalah sebuah lembaga profesional yang hendaknya dijauhkan dari kepentingan politik atau golongan tertentu. Sebagaimana praktik yang sudah begitu baik saat ini, bahwa apabila ada pejabat BP Batam yang hendak mencalonkan diri dalam pemilihan legislatif/kepala daerah wajib untuk mengundurkan diri dari jabatannya. Jika nantinya kebijakan penunjukan Walikota Batam sebagai ex officio Kepala BP Batam dilaksanakan, akan sulit untuk menghindari kepentingan politik atau golongan tertentu untuk masuk dalam pelaksanaan kebijakan yang dilakukan oleh BP Batam itu sendiri.
Pada butir 5 surat Ombudsman RI ke Presiden disebutkan bahwa pemerintah hendaknya melakukan kajian komprehensif terlebih dahulu terhadap persoalan pengelolaan BP Batam, sebelum memutuskan kebijakan yang akan diambil. Selain itu juga diperlukan untuk mendengar aspirasi dari berbagai pihak terkait, baik dari kalangan dunia usaha maupun dari internal BP Batam. Situasi di internal BP Batam sendiri saat ini terjadi penolakan rencana kebijakan penunjukan Walikota Batam sebagai ex officio Kepala BP Batam. Para pejabat dan pegawai BP Batam melakukan unjuk rasa dan memasang spanduk di sekitar kantor BP Batam yang bertuliskan menolak kebijakan ex officio.
“Terhadap pandangan yang telah disampaikan, dalam surat Ombudsman RI yang dikirim ke Presiden disebutkan Ombudsman RI memberikan saran dan masukan guna menyelesaikan permasalahan pengelolaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam,” paparnya.
Saran dan masukan guna menyelesaikan permasalahan pengelolaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam yaitu di poin 1 disebutkan pemerintah segera membatalkan rencana penunjukan Walikota Batam sebagai ex officio Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, termasuk menghentikan proses pembahasan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2007 tentang Kawasan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam.
Pada poin 2 saran dan masukan Ombudsman RI disebutkan pemerintah segera melakukan harmonisasi peraturan dengan menerbitkan peraturan pemerintah yang mengatur hubungan kerja antara Pemko Batam dengan BP Batam serta kewenangan Pemerintah Kota Batam di dalam Daerah Kawasan Khusus sebagaimana amanat UU 53 tahun 1999 dan UU 23 tahun 2014, khususnya terhadap amanat UU 53 tahun 1999 yang telah hampor selama 20 tahun ini tidak dilaksanakan.
Kemudian pada poin 3 saran dan masukan Ombudsman RI disebutkan pemerintah memastikan dalam pengangkatan dan pemberhentian pimpinan BP Batam selanjutkan untuk tegak lurus teerhadap aturan yang ada sebagaimana diatur dalam UU Nomor 36 tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah pengganti UU Nomor 1 tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas menjadi UU dan Peraturan Ketua Dewan Kawasan PBPB Batam Nomor 1 Tahun 2014 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam.
Pada poin 4 saran dan masukan Ombudsman RI disebutkan pemerintah segera memerintahkan kepada Dewan Kawasan PBPB Batam untuk membentuk regulasi mengenai Tata Cara Pemilihan, Pengangkatan dan Penetapan Pejabat BP Batam secara terbuka dan transparan termasuk penerapan prinsip atau azas profesionalisme dalam pemilihannya. (rie)