Pojok Batam

Pemerintah Pusat Mesti Cermat Ikuti Prosedur Penerbitan Kebijakan Sebelum Ex Officio Ditetapkan


Peneliti/Praktisi Hukum di Batam, Ampuan Situmeang

Batam – Penetapan Wali Kota Batam secara ex-officio Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam sudah sejak lama bergulir di ruang publik. Isu ex officio Kepala BP Batam, yang menuai polemik dan pro kontra di tengah masyarakat, bahkan sempat pasang surut pasca bergulirnya pembentukan Pansus Batam di Komisi II DPR RI.

Komisi II DPR memutuskan untuk membentuk Pantia Khusus (Pansus) penyelesaian masalah Batam dalam Rapat Kerja yang batal dihadiri Menko Perekonomian Darmin Nasution yang juga Ketua Dewan Kawasan Batam, Selasa (12/3/2019) lalu.

Anggota Komisi II Dwi Ria Latifa dari FPDIP dan Firman Subagyo dari F-PG sebagai inisiator Pansus. “Komisi II DPR sepakat mengusulkan pembentukan Pantia Khusus (Pansus DPR RI) penyelesaian masalah Batam,” kata Wakil Ketua Komisi II DPR, Herman Khaeon dari F-PD, selaku Pimpinan Rapat RDP dengan Kadin Kepri dan Kadin Batam di Gedung DPR/MPR, Jakarta.

Namun, penetapan Wali Kota Batam Muhammad Rudi sebagai Kepala BP Batam secara ex officio kembali menyeruak ke ruang publik. Wali Kota Batam Muhammad Rudi bahkan mengaku dirinya bakal dilantik pada 30 April 2019 mendatang.

“Mudah-mudahan Allah mengizinkan dan tidak mengubah hati para pengambil kebijakan. Tanggal 30 April ini BP Batam dan Pemko akan disatukan pimpinannya. Artinya Wali Kota akan menjadi ex-officio Kepala BP Batam, maka dalam mengambil kebijakan saya yakin ini akan mudah sekali,” ujar Rudi optimis, Kamis (4/4/2019) malam.

Kabar pelantikan Wali Kota Batam ex officio Kepala BP Batam ini pun kembali memantik pro kontra. Dosen Pascasarjana Ilmu Hukum di Fakultas Hukum (FH) Universitas Internasional Batam (UIB), Ampuan Situmeang, lansung angkat bicara.

Pengamat Hukum Kebijakan Publik dan Hukum Birokrasi di Batam ini mengatakan masih banyak hal yang harus dipertimbangkan, sebelum penetapan itu benar-benar dilakukan. “Pemerintah pusat harus cermat dan mengikuti prosedur dalam penerbitan kebijakan,” ungkapnya, Jumat (5/4/2019).

“Kalau pemerintah pusat cermat dan mengikuti prosedur dalam penerbitan kebijakan, maka syaratnya mesti dipenuhi dulu,” tambahnya.

Dijelaskan Ampuan, syarat yang dimaksud, seperti harus ada perubahan peraturan yang ada sekarang (UU Pemerintahan Daerah. “UU Pemda kan secara jelas melarang wali kota rangkap jabatan,” ujarnya.

Kemudian, perlu terbit dulu regulasi yang memungkinkan BP Batam itu dijabat secara ex-officio oleh Wali Kota Batam. “Misalnya, Perpu atau Peraturan Pemerintah Pengganti UU, atau yang lainnya yang memungkinkan sebagai landasan pelaksanaanya,” jelasnya.

Apalagi, kata Ampuan, kebijakan ex officio Kepala BP Batam menuai polemik dan kontroversi di antar lembaga pemerintahan, misalnya DPR, ORI, dan KPK. Sehingga sangat diperlukan koordinasi.

Menurut Ampuan, syarat selanjutnya dalam memutuskan ex offico Kepala BP Batam ini sangat diperlukan harmonisasi dan penyelarasan di Kemenkumham-RI. “Empat syarat di atas, merupakan empat prosedur hukum administrasi negara,” tandasnya.

Sebagai pengamat hukum administrasi negara, Ampuan optimis pemerintah akan berhati-hati dalam mempertimbangkan pelaksanaan gagasan tersebut, sebab masih ada beberapa hal yang perlu diselaraskan.

“Sehingga masalah seperti ini belum bisa pemerintah memastikannya. Sebaiknya memang perlu diterbitkan dulu aturan yang menjadi landasan ex officio itu. Semoga muaranya adalah untuk menata kewenangan pemerintahan dalam membangun Batam yang lebih berkepastian hukum dan tidak tumpang tindih regulasi,” pungkasnya.

Sumber: Batamtoday.com
Editor: Robert

Exit mobile version