Pojok Batam– Pertumbuhan kendaraan yang merajalela membuat kondisi jalanan, utamanya di Jogja, Solo dan Semarang (Joglosemar) semakin padat. Tidak adanya pembatasan kendaraan pribadi, semakin membebani ruas jalan yang ada.
Kasatlantas Polrestabes Semarang AKBP Yuswanto Ardi tak membantah jika peningkatan jumlah kendaraan pribadi terus terjadi hingga saat ini. Setiap tahunnya, bisa bertambah 10 sampai 15 persen.
“Bertambahnya lima ribu hingga delapan ribu unit per bulan. Terdiri dari roda dua dan roda empat. Totalnya sekarang pada angka 1,6 dan 1,7 juta,” terangnya, baru-baru ini.
Titik-titik padat yang timbul akibat membeludaknya jumlah angkutan pribadi, antara lain di Simpang Gatot Subroto ke arah kawasan industri Candi sampai dengan sampai dengan Simpang Krapyak untuk area Semarang Barat, tepatnya sepanjang Jalan Siliwangi dan Walisongo. Kemudian, di jalur timur ada Jalan Kaligawe.
“Karena di situ juga banyak hambatan-hambatan samping. Ditambah kegiatan perbaikan jalan yang masih berlangsung karena di sana sering rob dan harus diperbaiki secara berkala,” lanjutnya.
Dari wilayah selatan, yakni Jalan Perintis Kemerdekaan. Dari Toserba ADA menuju Terminal Banyumanik. Keberadaan Pusat Perbelanjaan Transmart kerap kali membangkitkan arus lalu lintas, utamanya akhir pekan.
Untuk dalam kota, ada kawasan Lapangan Simpang Lima dari arah Jalan Pandanaran. Titik ini merupakan perpotongan arus kendaraan dari Jalan Pahlawan menuju Gajahmada dan Jalan Pandanaran menuju Jalan Ahmad Yani.
“Selanjutnya Taman Diponegoro, khususnya sore hari. Itu sampai saat ini kita juga masih lakukan rekayasa yang sifatnya sementara. Terus Simpang Tiga Kintelan, Kaligarang, RSUP Karyadi. Ini pertemuan arus dari Jalan Veteran masuk ke Petompon sampai mau ke Dr. Soetomo,” jelasnya.
Tidak luput, yaitu sepanjang Jalan Brigjen Sudiarto. Dari Simpang Empat Bangkong sampai ujung tol Gayamsari. Karena memang banyak perempatan di sana hingga ke arah timur sampai ke Simpang Tiga Soekarno-Hatta. “Sampai yang tembus ke Pedurungan juga, karena jalur commuter atau jalur lintas orang yang dari luar kota tapi beraktivitas di Kota Semarang. Antara Semarang dengan Demak,” tambahnya.
Masih ada lagi Perempatan Pasar Kambing, ke arah Timur. Banyak perumahan macam Graha Wahid, Pandanaran Hills, dan sebagainya yang menimbulkan kepadatan di seputaran Jalan Tentara Pelajar.
“Kita membutuhkan manajemen pengaturan lalu lintas yang lebih baik lagi. Mulai dari pengaturan jam keberangkatan, dari jam keberangkatan anak sekolah dan orang bekerja. Juga merekayasa beberapa ruas jalan dengan median permanen berupa pulau-pulau jalan yang masih minim,” ucapnya panjang.
Sementara itu di Jogja, upaya mengurai kepadatan terus dilakukan oleh Dinas Perhubungan Daerah Istimewa Jogjakarta (DIJ). Penambahan lebar jalan yang tak memungkinkan pun harus diakali dengan rekayasa lalu lintas.
Kepala Dinas Perhubungan DIJ, Sigit Sapto Raharjo mengatakan, rekayasa lalu lintas ini memang sudah dilakukan sejak beberapa tahun terakhir di wilayah perkotaan. Untuk yang terbaru nantinya akan diujicobakan pada November ini.
Yaitu di 2 jalur, dari perempatan Gondomanan menuju ke Utara arah Malioboro. Di jalur atau Jalan Mataram itu diberlakukan satu arah dari selatan ke utara.
Untuk jalur kedua yang nantinya diberlakukan satu arah adalah di sebelah barat Malioboro, yaitu dari PKU Muhammadiyah Kota Jogjakarta menuju ke utara. “Ini masuk program penataan Malioboro, nanti akan dicoba November untuk jalur satu arah itu,” katanya, Jumat (19/10).
Selain dengan cara rekayasa lalu lintas, untuk mengurai kepadatan kendaraan juga dilakukan penghilangan pembatas jalan. Seperti yang telah dilakukan di sebelah utara Mirota Kampus di Jalan Kaliurang. “Pembatasa jalan seperti Mirota kemarin setelah dihilangkan bisa mengurangi kepadatan,” katanya.
Pihaknya juga terus melakukan sosialisasi terhadap para pengusaha hotel di wilayah perkotaan. Supaya tidak memarkir mobil atau kendaraan tamunya di bahu jalan, sehingga menimbulkan laju lalu lintas tersendat.
“Kalau menerapkan ganjil genap di Jogja belum perlu, memang di kota besar kemungkinan bisa. Karena ekonomi di Jogja menengah ke bawah. Misal sudah punya mobil plat genap ya mosok arep tuku maneh (masak beli lagi yang plat ganjil). Siji we direwangi kredit (satu saja sampai harus kredit),” katanya.
Sebenarnya, kepadatan kendaraan di wilayah Kota Jogjakarta semakin dikeluhkan. Terutama pada jam-jam sibuk atau hari libur.
Terpisah, Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Solo mencatat kemacetan terjadi di wilayah Purwosari, Gilingan, Tugu Wisnu Manahan. Selain itu, titik rawan macet yang lainnya berada di simpang tiga Kerten, Pasar Nongko, simpang tujuh Joglo. Kemacetan sering terjadi pada jam-jam tertentu. Seperti saat jam kerja dan masuk sekolah. Kemudian juga saat jam pulang kerja.
“Kemacetan yang terjadi ini semakin diperparah dengan adanya pembangunan. Seperti overpas dan pembangunan yang lainnya,” terang Kepala Dishub Solo, Hari Prihatno.
Hari menambahkan, sampai saat ini belum ada solusi yang tepat untuk mengatasi kepadatan dan ancaman kemacetan yang terjadi di Kota Solo. Sedangkan pembangunan overpas Manahan dan keberadaan jalan tol, dinilai tidak begitu ampuh untuk mengurai kemacetan yang terjadi hampir merata di Solo.
Selain itu, Pemkot Solo juga tidak bisa melakukan pelebaran atau pun penambahan jalan. “Jalan kampung juga sempit, ini semakin memperparah kepadatan lalu lintas. Sedangkan adanya overpas itu hanya untuk mengurai kemacetan di satu titik saja,” ungkapnya.