Pojok Batam– Ida Ayu Riski Susilowati menjadi sosok yang banyak diperbincangkan akhir-akhir ini. Hal itu setelah fotonya saat berangkat ke sekolah sembari berjualan cilok beredar di media sosial.
Saat itu, Ida terlihat berseragam putih biru, mengenakan caping dan sepeda yang berisi kotak cilok. Sontak banyak yang memberikan apresiasi dan kagum dengan sosok gadis kelahiran 27 Juni 1998 tersebut.
Tidak hanya para warganet saja yang mengagumi semangat Ida, tetapi juga teman-teman sekolah Ida. Salah satunya adalah Niken Komarasari, 17. Menurutnya, yang sangat membuatnya kagum adalah semangatnya.
Bagaimana Ida tanpa malu berjualan cilok demi membiayai sekolah dan kehidupannya bersama adiknya Sudrajat Ariayat Moko Saputra. “Ia merupakan sosok pekerja keras, berjualan cilok untuk biaya sekolah dirinya dan adiknya. Ini memberikan semangat bagi kami semua, sangat menginspirasi,” ungkapnya kepada JawaPos.com, Rabu (24/10).
Melihat Ida, Niken menjadi berpikir bahwa dirinya lebih beruntung karena bisa bersekolah tanpa harus bekerja sendiri untuk mencari biaya. Selain semangatnya yang sangat tinggi, Niken menambahkan, Ida merupakan sosok teman yang sangat peduli dengan yang lainnya.
Kemudian, Niken juga mengatakan, bahwa Ida sangat rajin menjalankan salat, suka membantu teman, dan juga sayang dengan adiknya. “Saya pernah main ke rumahnya, orangnya memang benar sangat mandiri dan rajin,” tandasnya.
Hal yang sama diungkapkan oleh Yohanes Dwi Apriyanto, 19. Yohanes begitu mengagumi sosok Ida. Di usia yang masih sangat muda, Ida sudah tekun untuk berjualan cilok. Sebagai teman kelasnya, Yohanes tidak pernah malu mempunyai seorang teman yang sekolah dengan berjualan cilok.
Sebaliknya, Yohanes mengaku sangat bangga dengan yang dilakukan Ida. “Dia rajin berbisnis, ini menjadi inspirasi bagi kami semua,” ungkapnya.
Seperti diketahui, Ida yang merupakan siswi di SMK Bhakti Karya, Karanganyar, Jawa Tengah diketahui berjualan cilok untuk membiayai sekolah dan kehidupannya sehari-hari. Dalam sehari, sedikitnya 180 cilok dia jajakan. Biasanya ia menjajakan cilok di lingkungan sekolahnya. Tetapi, jika belum habis Ida juga menjajakan usai pulang sekolah.
Dalam sehari, uang yang didapatkan Ida berkisar Rp 90 ribu. Uang tersebut digunakan untuk makan, uang saku adiknya, dan juga biaya kehidupan sehari-hari. Jika masih ada sisa, maka uang ditabungnya. Jika sudah terkumpul, uang tabungan akan digunakannya untuk biaya sekolah. Seperti membayar SPP atau untuk pembayaran lainnya.
“Ya untuk biaya sekolah, termasuk untuk mengangsur uang pembayaran kegiatan sekolah kunjungan industri yang totalnya hampir Rp 1 juta,” katanya.
Meski uang yang didapatkannya hanya pas-pasan, tetapi pantang bagi Ida untuk mengharap belas kasihan orang lain. Dia tidak pernah ingin dikasihani. Bahkan oleh orang tuanya sendiri.