Pojok Batam – Pertemuan antara warga Kampung Wono Asri RT 002/RW 003 Desa Sebong Pereh dengan Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Provinsi Kepri dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Unit IV Bintan-Tanjungpinang terkait program rehabilitasi hutan lindung di Kilometer (Km) 77 tidak menemukan kata sepakat. Pertemuan yang dimediasi Pemerintah Kecamatan Teluk Sebong dilakukan di aula kantor kecamatan tersebut, Senin (8/10).
Turatni, warga Kampung Wono Asri di Kilometer 77, menyampaikan, ia sudah 37 tahun tinggal di Kampung Wono Asri. Dulu dia dibolehkan menebang dan membangun rumah di wilayah yang dikenal dengan Sungai Tongkang.
”KM 77 bukan hutan lindung, dulu namanya Jalan Sei Tongkang. Kalau di seberang jalan baru aslinya hutan lindung,” kata dia.
Dia menyampaikan, dirinya mewakili masyarakat Kampung Wono Asri yang jumlahnya sekitar 100-an orang yang resah jika lahan mereka akan dijadikan kawasan hutan lindung.
Warga lainnya yang memiliki lahan di Kampung Wono Asri, Edi Marta mengatakan setuju program pemerintah terkait penanaman. Hanya yang jadi keresahahan di masyarakat saat ini lantaran lahan tersebut disebut sebagai kawasan hutan lindung. ”Sebelumnya kami tidak tahu itu kawasan hutan lindung, tahunya kami itu catchment area. Namun, selama ini kami selalu bayar PBB dan punya surat, jadi perlu kejelasan,” kata dia.
Sementara itu, Plt BPDAS Kepri Masir menjelaskan pihaknya hanya melakukan penanaman. Kegiatan itu dilakukan karena lahan di Km 77 sudah kritis sehingga perlu dilakukan penghijauan. ”Tujuan kami mengembalikan lahan-lahan itu sehingga tidak kritis lagi. Tidak ada urusan setelah tanam diambil lagi atau apa,” katanya.
Sementara Kepala KPHP IV Bintan-Tanjungpinang Ruah Ali Maha menjelaskan, lahan di Km 77 meru-pakan catchment area berstatus hutan lindung. Saat itu, keluar SK Kehutanan karena waktu itu ada wacana pemerintah membangun bendungan untuk suplai air ke Singapura. Hanya saja rencana tersebut batal direalisasikan sebab Pemerintahan Malaysia kembali membuka keran suplai air ke Singapura.