Pojok Batam- Pergi berwisata, menjelajah tempat baru bersama teman atau orang terkasih, memang tak lengkap rasanya jika belum foto bersama atau berswafoto untuk mengabadikan momen. Namun apa jadinya jika di tengah upaya mengambil foto, kematian malah menghampiri? Hal tersebut tentunya bukan harapan setiap orang.

Meski demikian, soal kematian saat tengah berupaya mengambil foto, lebih spesifik foto selfie, ada saja kejadiannya. Meski memang takdir tidak ada yang bisa memprediksi. Data terbaru mengungkap hal mengejutkan.

Sebagaimana JawaPos.com kutip dari laman Mirror, Jumat (5/10), tenggelam dan jatuh adalah ‘pembunuh terbesar’ dalam kecelakaan saat ber-selfie. Sebanyak 259 orang meninggal lantaran mencoba untuk mendapatkan selfie yang sempurna.

Sebuah studi global mengamati kematian karena upaya mengambil foto selfie antara 2011 dan 2017. Dari pengamatan tersebut terungkap bahwa penyebab nomor satu kematian saat berswafoto adalah tenggelam.

Agam Bansal, Chandan Garg Abhijith Pakhare, dan Samiksha Gupta dari All India Institute of Medical Sciences melihat laporan berita dari seluruh dunia untuk mengetahui sejauh mana masalah tersebut. Menurut laporan itu, 55 persen dari milenials telah mem-posting selfie ke media sosial. Google menyebut 24 miliar selfie di-posting ke layanan foto pada 2015.

Kematian terbanyak dari selfie berisiko tinggi ada di India. Rusia, Amerika Serikat (AS), dan Pakistan. Laki-laki paling mungkin meninggal dalam insiden ini dengan 72,5 persen korban jiwa. Mayoritas juga orang-orang antara usia 20 dan 29 tahun.

Selain tenggelam saat melakukan selfie, faktor lain juga turut menjadi penyebab. Beberapa di antara yang paling berisiko adalah terjatuh juga melibatkan alat transportasi, dan tersengat aliran listrik alias tersetrum.

Untuk kasus tersetrum, pada 2015 silam ada seorang wanita Rumania, Anna Ursu. Dia meninggal setelah naik ke atap kereta untuk mendapatkan ‘selfie khusus’. Medan listrik dari kabel overhead menyalurkan 27.000 volt ke tubuhnya. Ursu meninggal setelah diterbangkan ke rumah sakit.

Faktor lain selain teknis adalah kuatnya dorongan untuk ‘pamer’. Alih-alih mendongkrak adrenalin untuk mendapatkan ‘like’ dari khalayak di media sosial mereka, upaya selfie dengan harapan mendapat hasil ‘eksklusif’ justru menjadi pembunuh.

Media sosial dan YouTube penuh dengan contoh orang-orang yang menggertak atau merekam diri mereka sendiri melakukan hal-hal konyol. Alasannya mungkin beragam, dari orang-orang yang mencari adrenalin untuk mereka yang mencari ‘like’ seperti disinggung di atas.

Pada video YouTube orang yang mendaki struktur tinggi dapat mengumpulkan jutaan ‘Like’ dan pendapatan iklan. Kemudian selfie yang baik di media sosial dapat menjadi viral, memberi pengguna lebih banyak pengikut, dan lagi-lagi ‘like’.

Laporan itu menyimpulkan bahwa ‘tidak ada zona narsis’ harus dianggap sebagai cara untuk mencegah kematian. Namun tidak jelas dampak yang akan terjadi pada orang-orang yang bertekad untuk mendapatkan hasil foto sempurna. Sebab kehati-hatian menjadi faktor penting yang harus diperhatikan.

Banyaknya kasus kecelakaan atas upaya selfie di seluruh dunia, bahkan di Indonesia akhirnya banyak beberapa lokasi wisata juga bereksperimen dengan gagasan menyediakan area selfie yang aman. Tidak lain hal itu untuk membantu orang mendapatkan bidikan yang baik tanpa membahayakan diri mereka sendiri maupun orang lain.

Leave a Reply