Pojok Batam Kemarau panjang tahun ini diperkirakan akan mengganggu produksi padi nasional. Kajian Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI) mencatat 39,6% dari 14 kabupaten yang merupakan sentra padi mengalami penurunan produksi di kemarau panjang ini. Penurunannya bahkan tidak tanggung-tanggung, mencapai 39,3%.
Berdasarkan pengamatan AB2TI selama delapan tahun terakhir, telah terjadi penurunan produksi padi tiap kali musim kemarau menerjang. “Kalau (musim) basah biasanya produksi padi meningkat. Kalau kering, biasanya produksi padi menurun,” kata
Ketua AB2TI Dwi Andreas dalam keterangannya di Jakarta, Senin (1/10).
Menurutnya, bila kemarau panjang yang diperkirakan benar adanya, Andreas menyatakan, musim tanam padi pun akan mundur dibandingkan waktu normal. Untuk diketahui, biasanya siklus tanam di musim hujan dimulai pada bulan Oktober hingga Desember.
Dengan kondisi kemarau yang lebih panjang, musim tanam bisa mundur sebulan menjadi November. Ini tentunya akan membuat panen padi menjadi terlambat dibandingkan waktu normal. Pada akhirnya, stok beras nasional lah yang akan berkurang untuk menutupi produksi yang telat.
“Kalau musim tanamnya mundur artinya, katakanlah kalau mundur satu bulan, berarti kan stok yang ada akan terkuras 2,5 juta ton lagi,” ucapnya mengingatkan.
Sebagian besar kekeringan diterangkannya melanda wilayah Jawa dan Nusa Tenggara. Beberapa daerah yang mengalami kekeringan cukup luas itu adalah Provinsi Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, NTB, NTT, dan Lampung.
“Daerah-daerah yang mengalami kekeringan saat ini adalah daerah-daerah yang hampir setiap tahun terjadi kekeringan. Masih ada beberapa daerah lagi sedang diproses pendataan kekeringan.” katanya.
Kepala Pusat Layanan Iklim Terapan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Guswanto mengatakan jika musim kemarau tahun ini mempengaruhi sektor pertanian, khususnya di sentra penghasil beras yang mengandalkan sawah tadah hujan.
Guswanto menjelaskan, kondisi iklim yang sangat beragam variabilitas dan anomalinya membuat iklim Indonesia semakin sulit untuk diprediksi.
Saat ini 60% sampai dengan 70% wilayah di Indonesia masih mengalami musim kemarau. Selama kurun waktu tiga tahun 2015-2018 bulan September merupakan puncak musim kemarau. Di mana tahun 2015 merupakan kemarau yang sangat kering, dan di tahun 2018 lebih kering dibandingkan dengan tahun 2017-2018.
Dijelaskannya, berdasarkan monitoring yang dilakukan BMKG saat ini, beberapa daerah di Indonesia yang masih mengalami kemarau antara lain, Nusa Tenggara Timur (NTT), Nusa Tenggara Barat (NTB), Bali, Jawa, Sumatera Selatan, serta Jawa Tengah. BMKG memprediksi bahwa musim kemarau masih akan melanda sebagian wilayah Indonesia hingga bulan Oktober mendatang.