JAKARTA – Direktur Utama PT Hanson International Tbk Benny Tjokrosaputro didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) atas kasus korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi pada PT Asuransi Jiwasraya (AJS) yang merugikan negara Rp16,8 triliun.

Hal itu terungkap dalam sidang perdana di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (3/6).

“Telah menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain, atas harta kekayaan yang diketahuinya,” ucap Jaksa Bima Suprayoga saat membacakan surat dakwaan, Rabu (3/6).

Jaksa mengatakan uang senilai Rp16,8 triliun diterima Benny dengan mengatasnamakan beberapa nominee. Pada 26 November-22 Desember 2015, Benny telah menerima pembayaran atas penjualan Medium Term Note (MTN) PT Armidian Karyatama dan PT Hanson International Tbk sejumlah Rp880 miliar.

Jaksa menyampaikan Benny berupaya menyembunyikan atau menyamarkan hasil kekayaan itu dengan membeli tanah di Maja, Kabupaten Lebak Banten, membayar bunga Mayapada, membeli saham dan membayar kepada nominee Terdakwa Benny atas nama PO Saleh (dikendalikan Jimmy Sutopo).

“Pada tanggal 6 Oktober 2015 sampai dengan 14 Maret 2017 Terdakwa Benny Tjokrosaputro telah mempergunakan uang hasil jual beli saham MYRX, BTEK dan Medium Term Note (MTN) PT Armidian Karyatama dan PT Hanson International Tbk sejumlah Rp1.753.883.940.824,” ujar Jaksa.

Jaksa melanjutkan, pada sekitar 6 Juni-5 Oktober 2015, Benny telah menempatkan dan mentransfer sebagian uang hasil jual beli saham milik Terdakwa pada Bank BCA No rekening: 5455184999 dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaannya.

Kemudian, pada April 2016 Benny telah menempatkan dan mentransfer uang hasil jual beli saham sejumlah Rp75 miliar pada Bank Mayapada atas nama Budi Untung S.

Jaksa mengungkapkan pencucian uang yang dilakukan oleh Benny juga berupa pembelian tanah di Kuningan, Jakarta Selatan. Pada 2015, kata Jaksa, Benny membuat kesepakatan dengan Tan Kian selaku pemilik PT Metropolitan Kuningan Properti untuk pembangunan apartemen dengan nama South Hill.

“Pada saat proses pembangunan tersebut dilakukan penjualan secara pre-sale di mana hasil penjualan tersebut terdakwa telah menerima pembayaran sebesar Rp400 miliar dan Tan Kian menerima Rp1 triliun,” ucap Jaksa.

Jaksa menambahkan, terdapat pembagian hasil penjualan apartemen yang belum terjual disepakati terdakwa Benny yang mendapat bagian 70 persen dan Tan Kian memperoleh 30 persen.

Benny juga menerima bagian berupa 95 unit apartemen dan mengatasnamakan unit properti tersebut sebagai:

1. Atas nama Dicky Tjokrosaputro dan istrinya sebanyak 41 unit;
2. Atas nama PT Kalingga sebanyak 45 unit;
3. Atas nama Caroline sebanyak 2 Unit;
4. Atas nama Ibu Terdakwa sebanyak 2 unit; dan
5. Atas nama Teddy Tjokrosaputro sebanyak 2 unit.

“Untuk 45 unit apartemen atas nama PT Kalingga, pada bulan Desember 2019 Terdakwa selaku pemilik PT Kalingga mengalihkan kepemilikan properti tersebut kepada Kindarto Kahar seolah-olah telah terjadi jual beli dengan membuat perikatan akte jual beli padahal Kindarto Kahar tidak pernah melakukan pembayaran,” pungkas Jaksa.

Selain itu, Benny juga menyembunyikan dan menyamarkan hasil kekayaan untuk membeli empat unit apartemen di Singapura. Rinciannya satu unit di St. Regis Residence dengan harga SGD5.693.300 dan tiga unit di One Shenton Way dengan cara kredit dengan jangka waktu kredit selama 30 tahun, dengan pembayaran cicilan sebagian dari hasil tindak pidana korupsi dalam pengelolaan saham dan Reksa Dana PT AJS.

Benny yang juga merupakan pemilik PT Blessindo Terang Jaya (perusahaan properti) pada tahun 2016 melakukan pembangunan perumahan dengan nama Forest Hill mengatasnamakan bangunan berupa rumah toko (ruko) yang sudah terbangun sebanyak 20 unit atas nama Caroline.

Pada 2017, Benny telah menempatkan uang hasil jual beli saham sejumlah Rp2.203.097.052.781 untuk membeli tanah melalui beberapa perusahaan milik/ dikendalikan. Ada pun perusahaan itu di antaranya PT Hanson International Tbk, PT Mandiri Mega Jaya dan PT Armidian Karyatama.

Benny, pada 2018 kembali menempatkan uang hasil jual beli saham Rp3.048.571.298.086,00 untuk membeli tanah melalui beberapa perusahaan milik/ dikendalikan oleh dirinya sendiri atau atas nama orang lain.

“Terdakwa dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaannya, telah menempatkan, mentransfer dan membayarkan dana dari PT AJS dengan pola transaksi RTGS dari rekening pribadi di Bank BCA dan Bank WINDU dengan memerintahkan Jani Irenewat,” tandas Jaksa.

Pada kurun waktu 2015-2018, Benny telah menukarkan uang yang berasal dari tindak pidana korupsi dengan mata uang asing sebanyak 78 kali transaksi yang dilakukan di Money Changer PT Cahaya Adi Sukses Hutama dengan menggunakan rekening pribadi dan perusahaan PT Pelita Indo Karya dan PT Royal Bahana Sakti.

“Jumlah total transaksi jual valuta asing yang dilakukan terdakwa dalam kurun waktu 2015 sampai dengan 2018 sebesar Rp38.619.434.500,00 dan transaksi beli valuta asing sebesar Rp158.629.729.585,00,” ujar Jaksa.

Atas perbuatannya ini, Benny diancam pidana dalam Pasal 3 Undang-undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Editor: PARNA
Sumber: CNN Indonesia