JAKARTA – Pemerintah Rusia mendesak Turki agar berhenti mendukung dan memberikan bantuan kepada kelompok teroris di Suriah. Hingga kini, perang di Suriah masih berkecamuk dan belum ada gencatan senjata.

“Kami mendesak Turki untuk menghindari insiden agar menghentikan pemberian bantuan kepada kelompok teroris dan menyerahkan senjata mereka,” tutur Kementerian Pertahanan Rusia, mengutip AFP, Kamis (20/2).

Perang masih terjadi di Suriah, terutama di wilayah Aleppo dan Idlib. Di kedua wilayah tersebut, suara senapan dan ledakan tak henti terdengar. Sedikitnya 900 ribu orang mengungsi akibat peperangan itu.

Perang di Suriah sendiri melibatkan Rusia, Iran, dan Turki. Rusia dan Iran mendukung pemerintahan Presiden Bashar Al Assad.

Turki membantu kelompok kontra Assad. Amerika dan beberapa negara Eropa serta Arab juga turut di antaranya.

Presiden Amerika Serikat Donald Trump sudah meminta Rusia agar tidak lagi mendukung rezim Bashar Al Assad. Trump sudah menyampaikan hal itu kepada Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.

“Menyatakan keprihatinannya atas kekerasan di Idlib, Suriah dan menyampaikan keinginan AS mendesak Rusia mengakhiri dukungan terhadap kekejaman rezim Assad,” kata Gedung Putih, Minggu (17/2) seperti dikutip dari AFP.

PBB sudah diminta oleh sejumlah pihak untuk turun tangan mengatasi konflik di Suriah yang tak kunjung berhenti. Sejauh ini, Rusia dan Turki yang berada paling depan untuk bernegosiasi.

Pada 2018, Rusia dan Turki pernah sepakat membangun zona demiliterisasi di kawasan Idlib. Namun, perang tetap terjadi di wilayah tersebut.

Sementara itu, Presiden Suriah Bashar Al Assad yakin menumpas kelompok pemberontak. Dia mengklaim berhasil merebut wilayah utara Aleppo yang dikuasai oleh pasukan Turki dan massa militan Suriah.

Dia yakin kemenangan sudah dekat setelah perang terjadi sejak 15 Maret 2011. Korban jiwa akibat perang diperkirakan mencapai 400 orang.

Editor: PARNA
Sumber: CNN Indonesia